Selasa, 02 Maret 2021

Tangisan Alam merindukan Nurani

 



Suara-suara itu begitu bising, melihat si badut yang saling mengutuk, berkompetisi atas nama ambisi bukan solusi. dimana untung diraih disitu kepala mengekor. Sang jawara tampil di singgasana, bak pahlawan tak berdosa, begitu manusiawi menurut momentum demokrasi, lalu hilang demi menanti lima tahun lagi untuk hadir kembali

Sementara, di kaki gunung gerombolan monyet menangis kehilangan rumah akibat ulah sang jelata yang menginginkan hak tapi serakah. bagaimana bisa cukup.?

Bagaimana bisa mengharap kesejukan bila alam kau rusak, dikala musim panas tiba kepala terbakar, gunung dikerok oleh tangan raksasa air laut jadi tercemar, pohon ditebang banjir menghantam, lalu merengek mengharap bantuan pemerintah.

Paradigma merusak terlanjur kuat tertanam, toh nanti akan banyak manusia pencitraan cocok dengan kebutuhan. Satu kali japret dengan senyuman eksploitasi cukup sebagai ganti.  Topeng ilusi kini telah akrab bertebaran dimana-mana.

Sementara kau, yang duduk dalam kelas tertata rapi yang hanya sibuk menuntut orang lain melayani egomu, sekalipun dunia sudah di pangkuan, tetap saja itu tak pernah cukup. tundukanlah ego itu demi kebijaksanaan, memahami diri dan menerima orang lain Karena engkau masih memiliki PR besar, Yaitu, berdamai dari dalam diri, lalu kepada manusia dan alam

 

Ini adalah tentang tangisan alam merindukan nurani, monyetnya menangis tikusnya menari Keawaman pribumi untung bagi politisi Manusia sadar hanya menjadi penonton sejati, sibuk menghiasi diri demi legitimasi, atau mungkin telah buta sama-sekali.

Seandainya saja gunung-gunung tak dijadikan senjata demi singgasana, Seandainya saja hutan tak jadi korban keserakahan, mungkin alam ku tak semenderita ini. Ini adalah suara dari kampung-kampung pinggiran negeri, yang hampir tak terdengar oleh telinga kota, entah ! mungkin jaraknya yang begitu jauh. Lalu, kenapa suara macetnya deretaan kendaraan kota bagai kilat menyambar telinga desa.?

Itu masih menjadi teka-teki

 

Tidak ada komentar:

Jiwa-jiwa Aktivis yang terlelap, Abdul Ghani

Hari ini touring ke Pulau Arar,   bersama anak-anak muda yang ambisius, mendiskusikan berbagai gagasan. Dari sekian pembahasan terselip ba...