Pagi ini terselip dalam diskusi 'posisi antara Logika, etika, dan estetika, tak boleh bertentangan'
Ditarik dalam konteks berpakaian antara ia sebagai perintah agama
untuk menutup aurat dan ia sebagai fashion individu
Tak ada penghususan dalam islam bahwa pakean bagi perempuan harus
jilbab bersegitiga, segi lima dan lain2, Yang ada adalah tutup aurat.
Kalau ada penghususan
model, lalu bagaimana dengan di bima sudah ratusan tahun orang mengenakan
budaya rimpu dari sarung, bukan jilbab. lantas apakah ia berdosa karena tak
memakai jilbab sementara ia sudah menutup aurat.? (walaupun soal dosa adalah
urusan Tuhan).
Itulah hebatnya orang2 tua dulu punya terobosan yang maju
melampaui masanya
Sebaliknya hari ini, model tertentu dilekatkan sebagai sesuatu
yang syar'i, sehingga lahir istilah pakean syar'i adalah seperti ini dan itu.
makna ini mau diluruskan, bahwa syar'i adalah tutup aurat, apapun modelnya.
Juga bukan bungkus
aurat, yang nantinya melahirkan jilbab model ikat leher (semoga ia tak sesak
nafas atau ikat leher di pohon😅)
Terkadang etika agama dikalahkan oleh estetika zaman
Atau malah tak mau menutup aurat karena bertentangan dengan
estetika, norak lah ketua'an lah.
Maka antara etika dan estetika harus dalam takaran logika yang
proporsional
#PUSDIM Makassar
16 november 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar