Saya yakin seyakin-yakinnya, bukan predikat
sebagai penulis yang mereka ingin raih dalam berkarya, tapi ada kegelisahan
yang harus dituntaskan. Gelisah bila berjuta karya hebat itu tak dibaca malah
dibiarkan terkapar oleh semangat yang sedang sekarat.
Mengapa begitu takut dengan membaca, bukankah
membaca jauh lebih enteng dibanding menulis? Dengan membaca engkau bisa
menyerap dengan mudah apa yang orang tulis dengan susah. Mereka harus resah,
karena tulisan adalah luapan keresahan sebagaimana tulisan sederhana ini
ditulis, untuk membaca engkau tak perlukan itu.
Boleh jadi butuh satu hingga dua tahun untuk
menulis, tapi hanya butuh satu sampai dua hari untuk membacanya, enteng bukan?
jadi pembaca tak perlu banting kepala. Jangan jadikan buku sebagai hantu, ia
tak semenakutkan itu, bukan pula ia sebagai musuh yang menciderai, justru pikiranmu
terciderai bila ia kau abaikan.
Buku memang tak dapat berbuat apa-apa untukmu,
tapi selalu bermula dari buku engkau dapat bertindak rasional, tanpanya
tindakan menjadi emosional. Ia hanyalah benda mati, tapi engkau dapat
membuatnya hidup dalam dirimu dan dalam diri orang lain.
Pertama-tama, membacalah, lalu menulislah,
sebarkanlah ilmu itu, berdiskusilah, kesemuanya itu adalah perwujudan ‘pikir’
yang masih ada dalam diri, Tanpa ‘pikir’ engkau laksana raga kehilangan jiwa,
manusia tanpa kepala tampil sebagai mayat berjalan. Membacalah sebelum kau
menulis, mereka yang banyak menulis adalah mereka yang sudah banyak membaca.
Lalu diskusikanlah kembali agar ia tak jadi bacaan yang mati. Berdiskusi untuk
mnyebarluaskan buah pikiran, bukan demi eksistensial.
Lalu tuliskanlah kembali, tuliskan apa yang
ekngkau pikirkan agar orang dapat ikut memikirkan pikiranmu lewat apa yang kau
tuliskan. Semoga sejengkal usaha kecil itu dapat memberi perubahan dan
pencerahan. Hanya mereka yang tercerahkan yang dapat memeberi pencerahan
(intelektualitas). Hanya mereka yang termanusiakan yang dapat memanusiakan
(humanitas). Mereka yang paham agamalah yang dapat memahamkan agama
(spiritualitas).
Jangan durhakai trilogimu anak muda! Apa yang
dikatakan Thomas Bartholin bukan untuk retoris, tapi harus saya kutip karena di
dalamnya ada hikmah, Tanpa buku Tuhanpun diam, sainspun macet, sastrapun bisu,
maka segalanya akan dirundung kegelapan. Agamaku mengajarkan “hikmah itu adalah
barang hilangnya orang mukmin, ambillah ia darimanapun ia berasal”.
Buku tak dapat memberi perubahan, tapi selalu
dari hasil baca buku perubahan itu terinspirasi. Cita-cita final dari itu semua
adalah perubahan, bukan hanya merubah keadaan, tapi merubah demi tatanan yang
lebih baik. Tatanan tanpa kebodohan, tatanan tanpa kemunafikan, anti
penindasan, dan berbagai macam jenis kezoliman. Semua bisa terwujud berawal
dari pencerdasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar