Jumat, 22 Oktober 2021

Surga Kecil Jatuh Ke Bumi, Abdul Ghani



Hari ini kami bersilaturrahim ke suku kokoda. Seperti yang terlihat, alamnya yang begitu ramah. Namun sayang kekayaan SDM belum ditopang dengan SDA yang memumpuni. 

Jika mendengar kata papua tentu yang terbesik di benak adalah kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Dari minyak bumi, Gas, tambang mas, hingga budi-daya mutiara. tapi coba deh melihat lebih dalam, siapa sih yang ada dibalik kekayaan alam itu. Asing memiliki taring begitu tajam yang nancap terlalu dalam, jika difikirkan dengan kaca mata idealisme hanya akan melahirkan frustasi demi frustasi yang tak berhujung. 

Kita mungkin akan mendapati benang merah mengapa isu SARA menjadi barang paling sensitive di Tanah ini. Ya, ia adalah alat yang pas bagi mereka yang dalam tanda kutib "asing" merekayasa perpecah-belahan. Tentu kita ingat kasus Rasisme agustus 2019, kasus ini bergejolak begitu hebat, tak terlalu di publis oleh media-media tanah air namun gempar di berbagai media asing. Sementara kesaksian mereka yang mengalami langsung suasana begitu mencekam, tak berhasil dengan isu Agama, maka dicobanya perpecahan dengan isu Sara. Selalu dihadap-hadapkan stigma ‘pendatang dan asli’, seolah-olah mereka bagai air dan minyak. Padahal keduanya adalah anak kandung ibu pertiwi.

di tempat kami berkunjung, hobi anak-anak main ke laut dan hutan masih lebih menyenangkan dari pada pergi sekolah. Para guru harus bekerja keras dengan segala keterbatasan ini, tugas pencerdasan adalah langkah yang paling fundamental untuk mensejahterkan generasi, hanya perubahan pola fikir yang mampu merubah keterbelakangan. Dan perubahan pola fikir itu hanya dapat diterapkan dalam efektifitas dunia pendidikan. 

mengutip Ali Syariati akan pentingnya generasi yang tercerahkan, bahwa "miskin itu bukan semalam tanpa makan, melainkan sesaat tanpa berfikir". bisa kita bayangkan jika kemampuan berfikir ini hilang atas generasi, maka bisa kita tebak generasi mendatang akan menjadi generasi patah pensil yang jauh tertinggal oleh arus zaman.

Mereka yang tak mau pikir panjang, termakan profokasi untuk memisahkan diri, padahal setelah pisah apakah mereka dapat menjamin kesejahteraan yang mereka cita-citakan itu ? belum tentu. Saya ingin mengadopsi pandangan Sayyid Qutb melihat bangsa arab dulu. Ia katakan ‘membebaskan bangsa arab atas Thagut Romawi dan Thagut Persia lalu menyerahkannnya kembali kepada Thagut arab’ itu sama saja, Thagut tetaplah Thagut, tagut itu sendirilah yang harus dilawan. 

Jika ungkapan ini saya adopsi kurang lebih “kehendak untuk memisahkan diri dari NKRI bukanlah solusi, kebodohan tetaplah menyebababkan keterbelakangan, maka kebodohan itu sendirilah sebagai Musuh yang harus dilawan, maka tindakan yang paling pas ialah mengupayakan pencerdasan. Dengan keawaman saya, saya yakin jika suatu bangsa berpegang teguh pada kemajuan IPTEK maka mustahil bangsa tersebut terbelakang, namun tetap dalam koridor makna tersiratnya bersihkan bangsa ini dari para koruptor, mereka hanyalah parasit-parasit perusak negeri Negeri.

"Pencerdasan Jalan Pertama Untuk Revolusi".

sorong, 22 okt 2021

Tidak ada komentar:

Jiwa-jiwa Aktivis yang terlelap, Abdul Ghani

Hari ini touring ke Pulau Arar,   bersama anak-anak muda yang ambisius, mendiskusikan berbagai gagasan. Dari sekian pembahasan terselip ba...