Hari ini kami bersilaturrahim ke suku kokoda. Seperti yang terlihat, alamnya
yang begitu ramah. Namun sayang kekayaan SDM belum ditopang dengan SDA yang
memumpuni.
Jika mendengar kata papua tentu yang terbesik di benak adalah
kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Dari minyak bumi, Gas, tambang mas,
hingga budi-daya mutiara. tapi coba deh melihat lebih dalam, siapa sih yang ada
dibalik kekayaan alam itu. Asing memiliki taring begitu tajam yang nancap
terlalu dalam, jika difikirkan dengan kaca mata idealisme hanya akan melahirkan
frustasi demi frustasi yang tak berhujung.
Kita mungkin akan mendapati benang merah
mengapa isu SARA menjadi barang paling sensitive di Tanah ini. Ya, ia adalah
alat yang pas bagi mereka yang dalam tanda kutib "asing" merekayasa
perpecah-belahan. Tentu kita ingat kasus Rasisme agustus 2019, kasus ini
bergejolak begitu hebat, tak terlalu di publis oleh media-media tanah air namun
gempar di berbagai media asing. Sementara kesaksian mereka yang mengalami
langsung suasana begitu mencekam, tak berhasil dengan isu Agama, maka dicobanya
perpecahan dengan isu Sara. Selalu dihadap-hadapkan stigma ‘pendatang dan asli’,
seolah-olah mereka bagai air dan minyak. Padahal keduanya adalah anak kandung
ibu pertiwi.
di tempat kami berkunjung, hobi anak-anak main ke laut dan hutan
masih lebih menyenangkan dari pada pergi sekolah. Para guru harus bekerja keras
dengan segala keterbatasan ini, tugas pencerdasan adalah langkah yang paling
fundamental untuk mensejahterkan generasi, hanya perubahan pola fikir yang mampu
merubah keterbelakangan. Dan perubahan pola fikir itu hanya dapat diterapkan
dalam efektifitas dunia pendidikan.
mengutip Ali Syariati akan pentingnya generasi yang tercerahkan, bahwa "miskin itu bukan semalam tanpa makan, melainkan sesaat tanpa berfikir". bisa kita bayangkan jika kemampuan berfikir ini hilang atas generasi, maka bisa kita tebak generasi mendatang akan menjadi generasi patah pensil yang jauh tertinggal oleh arus zaman.
Mereka yang tak mau pikir panjang, termakan
profokasi untuk memisahkan diri, padahal setelah pisah apakah mereka dapat
menjamin kesejahteraan yang mereka cita-citakan itu ? belum tentu. Saya ingin
mengadopsi pandangan Sayyid Qutb melihat bangsa arab dulu. Ia katakan
‘membebaskan bangsa arab atas Thagut Romawi dan Thagut Persia lalu
menyerahkannnya kembali kepada Thagut arab’ itu sama saja, Thagut tetaplah
Thagut, tagut itu sendirilah yang harus dilawan.
Jika ungkapan ini saya adopsi
kurang lebih “kehendak untuk memisahkan diri dari NKRI bukanlah solusi,
kebodohan tetaplah menyebababkan keterbelakangan, maka kebodohan itu sendirilah
sebagai Musuh yang harus dilawan, maka tindakan yang paling pas ialah
mengupayakan pencerdasan. Dengan keawaman saya, saya yakin jika suatu bangsa
berpegang teguh pada kemajuan IPTEK maka mustahil bangsa tersebut terbelakang,
namun tetap dalam koridor makna tersiratnya bersihkan bangsa ini dari para
koruptor, mereka hanyalah parasit-parasit perusak negeri Negeri.
"Pencerdasan Jalan Pertama Untuk Revolusi".
sorong, 22 okt 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar