22 oktober 2019 kembali diperingati sebagai hari santri nasional
yang ke empat setelah dikelurkannya keputusan presiden (Kepres) nomor 22 tahun
2015. Istilah santri tentu sudah tidak asing lagi bagi kalangan muslim
indonesia, namun boleh jadi hal yang asing bagi agama lain. Apa sebetulnya
yang melatar-belakangi sehingga harus ada istilah hari santri, atau siapa yang
disebut sebagai santri.?
Istilah santri kadang diberi kepanjangan ; pertama SANTRI
(Sabar Mengantri), karena dalam kehidupan pesantren budaya antri
begitu kental, bagaimana tidak, pelayanannya adalah sistem pelayanan tunggal,
mau tidak mau suka tidak suka harus ikuti aturan. Dalam budaya antri mengandung
pelajaran bagi praksis kehidupan, dengan mengantri anda akan mengerti arti
kesabaran dalam penantian, bagaimana untuk tidak menggunakan hak-hak orang lain
dengan curang, juga terbiasa untuk tertib aturan. Kalau ini dapat dimaknai
dalam kehidupan sosial tentu akan sangat memberi pengaruh yang baik. Kedua Santri
juga kadang diartikan (Saya Anak Nakal Tapi Rajin Ibadah). Hhe
tentu bukan itu makna santri yang sesungguhnya.
Istilah santri biasanya merujuk pada komunitas atau kelompok
tertentu yang mengikuti pendidikan agama islam pada sebuah pesantren, bukan
hanya ilmu keagamaan secara khusus yang diajarkan, tapi juga ilmu-ilmu umum
yang lainnya. Pertanyaan berikutnya ialah, mengapa harus ada peringatan secara
Nasional.? Untuk menjawab ini tentu menjadi dilematis, pertama itu boleh saja
dijawab karena dianggap ‘perlu’ oleh satu kelompok, tapi juga dapat dianggap
‘tidak perlu’ oleh yang lain.
Diantara alasan pemerintah ‘jokowi’ dalam hal ini terkait
penetapan hari santri Nasional yaitu ; untuk mengenang kembali semangat
perjuangan para kiyai dan santri yang dikobarkan melalui resolusi jihad oleh kh
Hasyim Asy’ary dari nahdotul Ulama dalam melawan penjajah yang
masih berusaha menggerogoti bangsa yang baru saja merdeka, tentu saja itu
bukanlah hal yang mudah karena baru dua bulan indonesia merdeka masih belum
terlalu matang sebagai sebuah bangsa, inilah yang menjadikan belanda, sekutu
inggris, dan NICA ingin menancapkan taringnya dalam tubuh nusantara, terlebih
lagi dengan kekalahan jepang memberi keuntungan untuk menegakkan kembali
penjajahan.
Namun, ketika Negara-negara imperealis barat dan timur seperti,
jerman, italia, dan jepang telah ditundukkan, akan tetapi tidaklah demikian
dengan bangsa indonesia. Karena semangat yang berkobar begitu kuat, Disamping
Bung karno dan bung hatta dengan proklamasi kemerdekaan pada 17 agustus 1945
yang telah membangkitkan semangat luar biasa, juga dorongan yang
paling kuat itu datang dari semangat religious islam, resolusi jihat 22 oktober
1945 turut memberi pengaruh yang begitu hebat kepada para santri
mayoritas Nahdiyyin dan para ulama, dorongan keagamaan islam
itu juga tercermin lewat perang yang terus berlanjut hingga November 1945
(sekarang dikenang sebagai hari pahlawan 10 november) dengan teriakan bung
Tomo Allahu Akbar 3x, ia meneriakkan kalimat itu karena ia
paham betul siapa yang tepat menjadi teman dalam membela tanah air, bangsa,
serta agama dari ancaman, itulah ulama dan umat islam.
ketika bangsa penjajah membawa semangat menyebarkan agama dan
penjajahan fisik, maka yang justeru bangkit dari rakyat ialah perlawanan yang
didorong oleh semangat beragama dan cinta tanah air. bahkan jauh sebelum
indonesia merdeka, agama (islam) dan nasionalisme merupakan satu kesatuan,
agama islam sebagai identitas pribumi (penduduk asli yang cinta tanah air),
maka merupakan hal yang sangat bertentangan dengan sejarah bila pada hari ini
antara semangat beragama (islam) kerap dipertentangkan dengan nasionalisme.
Itulah singkatnya yang melatar belakangi bahwa 22 oktober dikenang
sebagai hari santri nasional, untuk mengenang perjuangan ulama, santri dan para
pahlawan yang gugur dengan penuh keberanian melawan penjajahan.
Tapi kalau dinilai dari sudut pandang yang berbeda, apakah
peristiwa tersebut diatas tepat jika dijadikan 22 oktober untuk mengenang hari
santri, mungkin akan lebih tepat jika peristiwa tersebut diperingati sebagai
hari resolusi jihad, karena urgensinya disini bukanlah santri
secara personal, melainkan semangat resolusi jihadlah yang
dikenang. karena memang pada waktu itu namanya adalah resolusi jihad walau
didalamnya melibatkan santri dan kiyai. Maka istilah hari santri nasional
dinilai belum punya urgensi yang kuat, dan tidak semua warga indonesia juga
adalah santri atau lebih spesifik tidak semua ummat islam adalah santri.
Jarak antara perjuangan pada oktober 1945 dengan 10 november yang
cukup dekat sesungguhnya masih merupakan serangkaian peristiwa, maka dalam
memperingati hari pahlawan sesungguhnya masuk juga konotasi santri dan ulama
yang turut dikenang perjuangannya secara heroic, kalimat yang diteriakkan bung
Tomo Allahu Akbar sudah sangat mewakili perjuangan islam
termasuk ulama dan santri dalam momentum peringatan hari pahlawan. Sehingga
penggunaan istilah hari santri dari sini dianggap tidak perlu, justeru kalau
diperadakan akan turut menimbulkan pandangan lain, yaitu sebagai legitimasi
masyarakat mayoritas terhadap kekuasaan, terlebih jika periode kedua akan
kembali mencalonkan. Dan sekarang keterwakilan itu kini sudah menjadi bagian
dari kekuasaan dengan posisi kh ma’ruf amin sebagai wakil presiden, dari sini,
yang Nampak pada perayaan hari santri seperti yang diselenggarakan oleh kemenag
merupakan sebuah seremonial bagi satu kelompok.
Terlepas dari dua konotasi yang dikemukakan, apakah hari santri
untuk mengenang perjuangan para ulama dan pahlawan, atauakah justeru anggapan
politis, juga sebagai penghususan untuk golongan tertentu yang membuat
masyarakat semakin terkategori? sehingga ada yang merasa special dan ada yang
tidak. Maka penulis ingin mengajak untuk memaknai ulang dengan netral kehidupan
pesantren sebagai satu jenis pendidikan yang mengajarkan ilmu agama secara
dominan, pesantren sebagai penentralisir generasi terhadap pergaulan bebas,
sehingga melahirkan generasi ulama, cendekiawan, serta negarawan masa depan.
Walaupun menjadi satri bukanlah jaminan orang menjadi baik, tapi paling tidak
ada usaha. Jikalaupun diluar sana ada pesantren yang dikenal dengan
masalah-masalah yang menciderai nama baik pesantren, alangkah tidak bijaknya
kalau satu atau dua masalah digunakan untuk menjeneralisir seluruh pesantren di
indonesia.
Selamat hari santri
Abd gani
Makassar 23 oktober 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar