Wasiat Ilmu dan Akhlaq
Dalam agama kita diajarkan bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib
bagi tiap muslim laki-laki maupun perempuan. sebagaimana kita ketahui bersama
akan hadis nabi Saw “talabul ilmi faridatun ala kulli muslimin wal muslimat” menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan. ‘wajib’
sebagaimana shalat, kalau tidak dikerjakan akan berdosa, maka supaya kita adil
dalam membangun definisi, belajar atau menambah ilmu pengetahuan jika tidak
ditunaikan seharusnya kita juga merasa berdosa.
Ia juga tidak mengenal profesi, apakah murid, guru, pedagang,
pengusaha, selama ia menyandang gelar sebagai Muslim maka wajib baginya untuk
menambah dan memperbaharui ilmu pengetahuan. Belajar tak mengenal batas usia,
wajib belajar bukan hanya 9 tahun sampai tamat SMP, atau 16 tahun sampai jadi
seorang sarjana. Melainkan ‘Minal Mahdi illlahdi’dari buaian Ibu sampai masuk
liang lahad.
Kita yakin suatu bangsa bila ia berpegang pada ilmu pengetahuan
maka bangsa itu tak akan terbelakang, sebaliknya jika bangsa itu generasinya
meninggalkan ilmu maka pasti bangsa itu akan terbelakang. Ini sejalan dengan
hadis nabi yang lain “ man arada dunya faalaihi bil ilmi wa man aradal akhirata
fa alaihi bil ilmi”barang siapa yang menginginkan dunia dan akhirat maka itu
bisa diraih dengan ilmu.
Dan dalam aktivitas dunia pendidikan, kita tak bisa melepaskan diri
dari aktivitas tulis menulis. Ini dianggap sepeleh padahal ia merupakan hal
paling fundamental (mendasar) untuk tercapainya peradaban yang maju. Kita tau
ketika jepang dibom bardir di hirosima dan Nagasaki, pertanyaan yang muncul
bukan hanya ada berapa tentara yang tersisa, melainkan yang tak kalah penting ialah
berapa guru yang masih tersisia, karena mereka sadar disitulah kunci mereka
dapat memulihkan bangsanya. Imam asyyafi’I pernah menyampaikan
الْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ قَيْدُهُ قَيِّدْ
صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقَهْ
فَمِنَ الْحَمَاقَةِ أَنْ تَصِيْدَ غَزَالَةً وَتَتْرُكَهَا
بَيْنَ الْخَلاَئِقِ طَالِقَهْ
Ilmu bagaikan hewan buruan
dan tulisan adalah ikatannya, ikatlah buruanmu dengan tali yang sangat kokoh.
Adalah suatu kebodohan apabila engkau pergi berburu, setelah buruan itu sudah
engkau tangkap dan ada di hadapapanmu lalu engkau biarkan ia lepas dan pergi
begitu saja.
Kita sudah jauh-jauh datang dari kampong halaman untuk ilmu ini, setelah
ilmu ada dihadapan kita maka kita harus ikat dia, minimal dengan catatan,
karena kita sebagai manusia adalah mahallul khata’ wannisyan yaaitu tempatnya
salah dan lupa, maka untuk meminimalisisr kita dari lupa maka kita wajib
mencatat.
ulama dulu sampai nulis ditembok,
di pelapah kurma, di tulang, di batu. Sampai seorang sastrawan Indonesia pun
pernah bersenandung “menulislah, jika pena tak ada menulislah dengan arang,
jika kertas telah habis menulislah pada dinding, jika menulis itu dilarang maka
menulislah dengan darah”. Kita tak diminta menulis di dinding, karena kita
punya kertas. Tak pernu menulis dengan arang karena kita punya pena. Terkadang
yang tak kita miliki bukan itu melainkan semangat dan kemauan, itu yang telah
hilang dari generasi kita.
Umar bin abdul aziz pernah berwasiat :
إن استطعت أن
تكون عالما فكن، فإن لم تستطع فكن متعلما، فإن لم تكن متعلما فأحبهم، فإن لم تستطع
فلا تبغضهم
Sedapat
mungkin jadilah engkau orang yang menguasai ilmu pengetahuan. Jika tak sanggup
maka jadilah penintut imu yang baik, jika pun masih tak sanggup maka cintailah,
senangilah mereka yang mencintai ilmu dan aktivitas yang menunjang tumbuhnya
ilmu, jikapun masih tak bisa paling tidak jangan membenci dan menghardik mereka
yang mencintai ilmu, jangan dihalang-halangi, sebaliknya dukunglah mereka.
Jika kita ingin bertanya, manakah yang lebih utama antara ilmu
dengan harta ? orang yang pandangannya sempit maka ia akan mengatakan harta.
Banyak generasi dikampung ahirnya tidak memperhatikan pentingnya pendidikan
kerena merasa itu hanya akan menghabiskan uang sementara belum tentu dapat
pekerjaan layak.
Untuk menjawab ini kita kutib apa yang disampaikan imam asyyafi’I
berikut :
العلم
خيرمن المال، العلم يحرسك وأنت تحرس المال، والمال تنقصه النفقة، والعلم يزكو
بلانفاق
Ilmu jauh lebih utama dari harta, ilmu menjagamu tapi kalau harta
kamu yang menjaganya, harta dibelanjakan habis, tapi ilmu diajarkan akan
bertambah.
Ini seharusnya turut mengkostruk pandangan kita bahwa memandang
dunia pendidikan bukan hanya semata-mata demi meraih pekerjaan, biasanya kalau
niatnya hanya sebatas ini ya mudah saja makanya banyak yang beli ijazah. Tapi
bukan itu esensinya, ilmu ialah untuk memperbaiki kualitas kehidupan, pekerjaan
akan ikut dengan sendirinya. Hawatir tak makan saja kita sudah mengingkari
nimat Tuhan, selama kita bergerak rezeki itu sudah pasti kita dapatkan.
Setelah kita menghayati kedudukan ilmu, lalu apakah sudah cukup
sampai disitu sebagai modal kehidupan ? jawabanyya ialah tidak ! karena ilmu
harus disertai dengan adab dan akhlaq. Ilmu yang tidak dibangun dengan pondasi
adab dan akhlaq maka biasanya ilmunya hanya akan digunakan untuk merusak.
Tatatanan bangsa ini selama ini bukan dirusak oleh orang-orang yang bodoh,
melainkan oleh orang-orang yang berilmu namun kehilangan adab. Kemampunnya
berhitung tak digunakan untuk memulihkan perekonomian bangsa, malah digunakan
untuk menguras apa yang bisa dikuras, sampai-sampai habis keringatnya sendiri
keringat rakyatnya pun dikuras, lahirlah korupsi.
Olehnya itu moral
maupun akahlaq ini harus ditanamkan pada generasi kita sejak dini, perilaku
curang di masa sekolah kalau dibiarkan itu akan naik level menjadi besar.
Nyontek di masa kecil ialah kebiasaan buruk yang ingin cepat dapat hasil tapi
malas berusaha belajar dengan giat, yang kelak pada level berikutnya ia mau
cepat kaya tapi malas menabung, akhirnya milik milik rakyat dipandang sebagai
miliknya sendiri.
Kita sudah cukup
panjang mengurai, pada bagian terahir ini kita tutup dengan apa yang
disampaikan umar bin abdul aziz pada anaknya, ketika anaknya bertanya penuh
keheranan melihat ada serigala ditengah gerombolan domba namun mereka akur. Apa
yang menjadi jawaban umar,
يا
بني اذا صلح الرأس فليس على الجسد بـأس
“Wahai anakku jika isi kepalamu beres, maka
tubuhpun takkan punya masalah”
ia menjawab dengan jawaban hikmah, bahwa segala sesuatu yang
diwujudkan oleh raga adalah representasi isi kepala, begitulah kehidupan
manusia. Jika kepala isinya merusak maka raga akan merusak, jika kepala isinya
hanya ingin memangsa kaum lemah, menindas ketika berkuasa, maka raga akan
melaksanakan itu. Kepala adalah panglima raga hanyalah prajurit. Maka jagalah
pikiran mu selalu positif karena ia akan menjadi perkataan, jagaah perkataan mu
selalu positif karena ia akan menjadi tindakan, jagalah tindakanmu selau
positif karena ia akan membentuk
kebiasaan, jagalah kebiasaanmu selalu positif karena ia akan menjadi
takdir dalam hidupmu. Dunia ini kacau kebanyakan karena isi kepala tidak beres
sebagai kesimpulan, yang pertama ialah kemajuan peradaban hanya
bisa dicapai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), muslim tak boleh
alergi dengan itu dan harus berfikiran terbuka. Kedua, ilmu yang kehilangan adab
dan akhklaq hanya akan digunakan untuk merusak. Keduanya menjadi satu-kesatuan
tak terpisahkan.
Abdul Ghani
Sorong 08
november 2021.